Kehidupan dunia modern saat ini tidak dapat dilepaskan dan bahkan sangat sering bergantung pada kemajuan teknologi canggih/maju (high tech atau advanced technology) dibidang informasi, dan elektronik melalui jaringan inter-nasional(internet).Di satu sisi, kemajuan teknologi canggih itu membawa dampak positif diberbagai kehidupan, seperti adanya e-mail, e-commerce, e -learning, EFTS(Electronic Funds Transfer System atau sistem transfer dana elektronik), Internet Banking, Cyber Bank, On-line Business dan sebagainya. Namun di sisi lain, juga membawa dampak negatif, yaitu dengan munculnya berbagai jenis high tech crime dan cyber crime, sehingga dinyatakan bahwa cyber crime is the most recent type of crime dan cyber crime is part of the seamy side of the Information Society (cybercrime merupakan bagian sisi paling buruk dari Masyarakat Informasi).

Salah satu masalah cyber crime yang juga sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan adalah masalah cyber crime di bidang kesusilaan. Jenis cyber crime di bidang kesusilaan yang sedang diungkapkan adalah cyber pornography (khususnya child pornography dan cyber sex. Dunia maya (cybervirtual -world) atau internet dan World Wide Web (www) saat ini sudah sangat penuh (berlimpah) dengan bahan-bahan pornografi atau yang berkaitan dengan masalah seksual. Menurut perkiraan, 40% dari berbagai situs di www menyediakan bahan-bahan seperti itu. Bahkan dinyatakan dalam tesis Peter David Goldberg, yang bersumber dari Nua Internet Surveys 2001 bahwa seks merupakan topik paling populer di internet (the most popular- topic on the internet. Pernyataan ini mirip dengan yang ditulis Mark Griffiths (bersumber dari freeman-Longo & Blanchard, 1998)110 bahwa seks merupakan topik yang paling banyak dicari di internet (sex is the most frequently searched-for topic on the Internet). Dalam tesis Goldberg dikemukakan pula bahwa perdagangan bahan-bahan porno melalui internet sudah mencapai miliaran dollar US per tahun, sekitar 25 % pengguna internet mengunjungi lebih dari 60.000 situs sex tiap bulan, dan sekitar 30 juta orang memasuki situs seks tiap hari.

Dalam ensiklopedia bebas Wikipedia dinyatakan bahwa Cyber sex atau computer sex adalah pertemuan seks secara virtual/maya antara dua orang atau lebih yang terhubung melalui jaringan internet dengan mengirimkan pesan-pesan seksual yang menggambarkan suatu pengalaman seksual. Menggaris bawahi pandangan Prof. Oemar Senoadji bahwa dalam menentukan isi materi/substansinya harus bersumber dan mendapat sandaran kuat dari moral agama (lihat makalah dalam lokakarya yang disebut di atas). Penulis menggaris bawahi pandangan yang demikian walaupun patut ditambahkan bahwa penentuan delik kesusilaan juga harus berorientasi pada nilai-nilai kesusilaan nasional (NKN) yang telah disepakati bersama dan juga memerhatikan nilai-nilai kesusilaan yang hidup di dalam masyarakat. NKN ini dapat digali antara lain dari produk legislatif nasional (berbentuk Undang-Undang Dasar atau undang-undang). Dalam struktur masyarakat Indonesia, NKN itu pun tentunya bersumber dari nilai-nilai agama dan kesusilaan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Meningkatnya cyber sex mengundang minat orang untuk melakukan berbagai penelitian. Penelitian yang telah dilakukan di Amerika, antara lain:

  • Cooper dkk., 2000 yang meneliti tentang ciri-ciri dan pola kebiasaan para pecandu cyber sex (cyber sex addicts)
  • Schneider, 2000 yang meneliti tentang pengaruh/akibat pengamatan cybersex terhadap pasangan mereka sendiri (suami/istri).
  • Peter David Goldberg, 2004 yang meneliti tentang pengalaman para terapis keluarga dan perkawinan terhadap klien yang mengalami konflik akibat penggunaan cyber sex.

Berdasarkan penelitian tersebut, banyak dijumpai akibat-akibat negative penggunaan cyber sex terhadap diri si pelaku maupun terhadap hubungan perkawinan, terhadap keseluruhan hubungan/sistem kekeluargaan, dan terhadap anak-anak mereka. Akibat terhadap diri pelaku, antara lain, mengubah pola tidur, mengisolasi diri dari keluarga, mengabaikan tanggung jawab, berdusta, berubahnya kepribadian, kehilangan daya tarik terhadap partnernya (istri/suaminya), bersifat ambigius/mendua, timbul perasaan malu dan bersalah, hilangnya rangsangan nafsu dan adanya gangguan ereksi (erectile dysfunction). Akibat terhadap partnernya (istri/suami) dan anak-anak, antara lain: timbul perasaan dikhianati, dilukai, dikesampingkan, dihancurkan, ditelantarkan, kesepian, malu, cemburu, kehilangan harga diri, perasaan dihina, anak-anak merasa kehilangan perhatian orang tua, depresi (karena pertengkaran orang tua).

http://repo.unsrat.ac.id/92/1/CYBER_CRIME_DI_BIDANG_KESUSILAAN_DAN_UPAYA_PENANGGULANGANNYA_DI_INDONESIA.pdf